makalah penelitian sastra angkatan 2005 universitas haluoleo
penulisan makalah ini dibawah bimbingan dosen pengasuh matakuliah Penelitian Sastra Ahid Hidayat

KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR INTRINSIK CERPEN “PEREMPUAN PESISIR” KARYA ZAKIYAH M. HUSBA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 12 KENDARI

oleh : Sri Yulianti (A1D1 04 046)
ABSTRAK
Pengajaran satra mempunyai peranan penting dalam mencapai berbagai aspek dari tujuan pendidikan dan pengajaran secara umum. Dalam pengajaran satra peserta didik mampu mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orasng lain serta mempunyai kemanpuan analitik dan imajinatif dalam dirinya untuk menanggapi, mengkritis dan merespon hal-hal yang terjadi disekitarnya. Dengan demikian tujuan pengajaran satra adalah agar siswa memiliki pengetahuan tentang sastranya, mampu mengapresiasikan sastra, bersikap positif terhadap nilai sastra, karena sastra cerminan kehidupan
Dalam kegiatan pembelajaran sastra siswa tidak hanya diarahlkan untuk memahami teori seperti mengenai ciri-ciri cerpen, unsur-unsur instrisik cerpen tetapi pembelajaran sastra ini diharapkan untuk bagaimana siswa mampu menemukan unsur-unsur instrisik yang terkandung dalam cerpen seperti tema, amanat, latar, alur, tokoh, penokohan sudut pandang dan gaya bahasa
Masalah yang akan dikemukakan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana kemampuan siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kendari dalam memahami unsur- unsur intrisik cerpen perempuan pesisir karya zakiyah M. Husbah”
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kendari dalam memahami unsur-unsur intrisik cerpen “perempuan pesisir” karya zakiyah M. Husbah.

Pendahuluan
Pengajaran sastra mempunyai peranan penting dalam mencapai berbagai aspek dari tujuan pendidikan dan pengajaran satra secara umum.aspek-aspek yang dimaksud adalah aspek pendidikan,sosial,perasaan,sikap dan keagamaan.
Sunarti,dkk (2002:15) menjelaskan bahwa tujuan pengajaran sastra meliput dua hal,yaitu memperoleh pengalaman sastra dan memperoleh pengetahuan tentan sastra.Tujuan memperoleh pengalaman sastra dapat dicapai dengan cara mengalami langsung atau melihat langsung hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan sastra.sedangkan memperoleh pengetahuan tentang sastra dapat dicapai dengan cara menerangkan istilah-istilah satra,bentuk-bentuk satra,dan sejarah sastra. 
Sastra adalah sebagai alat untuk mengajar buku petunjuk, buku intrnksi atau pengajaran.Dalam Buku Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Pradotokusumo,2005 :7 ) menyebutkan bahwa sastra mengandung pengertian sebagai berikut:
1.Bahasa (kata-kata,gaya bahasa) yang dipakai di kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari)
2.Karya sastra yang jika dibandingkan dengan tulisan lain memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya, drama,eplk, dan lirik.
3.Tulisan atau huruf.
Nursito (200 :1) mengungkapkan bahwa kata “kesusastraan” berasal dari kata “susastra” yang memperoleh konflik “ke-an” mengandung makna “tentang”atau “hal”.kata “susastra”terdiri atas kata dasar sastra yang berarti tulisan yang mendapat awalan kehormatan “su” yang berarti baik atau indah.Dengan demikian,secara etimologi kata “susastra” dapat berarti pembicaraan tentang berbagai tulisan yang indah bentuk dan isinya.
Cerpen singkatan dari cerita pendek, akan tetapi tidak semua gerita pendek disebut cerpen.Berdasarkan hasil bacaan penulis menyimpulkan bahwa cerpen adalah proses yang mengisahkan sepenggal kehidupan tokoh yang penuh pertikaian,peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan dan mengandung kisah yang tidak mudah dilupakan,atau dengan kata lain,cerpen adalah cerita fiksi yang menggambarkan terjadinya nasib sang tokoh.
Unsur-Unsur yang membangun cerpen.
Unsur yang membangun cerpen adalah tema,amanat,alur,latar,tokoh,penokohan,sudut pandang dan gaya bahasa.Bagian-bagian tersebut saling berkaitan karena merupakan satu rankaian struktur yang tidak bisa dipisah-pisahkan.
Berikut ini akan dibahas satu persatu unsur-unsur yang membangun cerpen.

1.    Tema
Tema merupakan suatu gagasan sentral, sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam suatu tulisan atau karya fiksi. Menurut Zulhfanur (dalam Wahid, 2004:74) bahwa tema adalah ide yang mendasari karya sastra. Tema merupakan suatu dimensional yang amat penting dari suatu cerita.
Hendi (1991:11) menjelaskan bahwa tema adalah pokok pengisahan dalam sebuah cerita. Cerita atau karya sastra yang bermutu tidak lain karya sastra yang bermutu baik, yaitu yang mampu mengguna pandangan dan perilaku yang negatif dan positif.

2.    Amanat
Barbicara tentang amanat cerita berarti membaca diperhadapkan dengan  pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca lewat cerita yang ditampilkan.Amanat cerita biasanya berisi ajaran moral dan nilai-nilai kemanusiaan.

3.    Alur
Dalam buku praktis bahasa Indonesia jilid 1 (2003:138) menjelaskan bahwa alur adalah jalinan peristiwa yang memperlihatkan kepaduan (koherensi) tertentu yang dfiwujudkan, antara lain oleh hubungan sebab-akibat tokoh Wira.
Menurut Luken (Nurgiantoro, 2005:68), menjelaskan bahwa alur adalah merupakan urutan kejadian yang mem,perlihatkan kejadian tingkah laku tokoh dalam aksinya.

4.    Latar
Unsur fiksi yang menunjukan kepada kita di mana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung disebut latar sebuah cerita.
Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Pada dasarnya setiap karya sastra yang membentuk ceruta selalu memiliki latar.

5.    Tokoh
Tokoh merupakan unsur cerita yang penting, sebab tidak ada cerita tanpa kehadiran tokoh. Tokoh-tokoh dalam cerita bersifat unik, yang selalu berbeda dengan tokoh yang lainnya. Tokoh inilah yang mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh dalam cerita ada yang lazim disebut tokoh utama (protogonis)  dan tokoh pembantu (antagonis), dalam ,menentukan tokoh utama ada 3 cara yaitu :
1.    Tokoh yang paling banyak terlihat dalam cerita
2.    tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokh lain, dan
3.    tokoh yang banyak memerlukan waktu pencerita.
6.    Penokohan
Nurgiantoro (2005:74) mengemukakan bahwa istilah tokoh dapat merujuk pada tokoh dan perwatakan tokoh. Tokoh adalah pelaku cerita lewat berbagai aksi yang dilakukan dan peristiwa serta aksi tokoh lain yang dilimpahkan kepadanya.
Uverty (dalam Tarigan, 1984:141) mengemukakan bahwa penokohan atau karakteristik adalah proses yang dipergunakan oleh seorang pengarang untuk menciptakan tokoh-tokoh fiksinys. Tokoh fiksi harus dilihat sebagai yang berada pada suatu masa dan tempat tertentu dan haruslah pula diberi motif – motif yang masuk akal bagi segala sesuatu yang dilakukannya. 
7.    Sudut Pandang
Sudut pandang pencerita adalah posisi pencerita dalam membawakan ceritanya, boleh jadi dia tokoh dalam cerita (Pencerita akuan).
Menurut Wahid (2004 : 83), sudu pandang adalah tempat pencerita dalam hubungannya dengan cerita, dari sudut mana pencerita menyampaikan kisahnya.
Menurut Sudjiman (1988:76), ada tiga sudut pandang pencerita dalam kesusastraan, yaitu :
1.    Sudut pandang fisik, yaitu posisi di dalam waktu dan ruang yang digunakan pengarang di dalam pendekatan materi cerita ;
2.    Sudut pandang mental, yaitu perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah di dalam cerita ;
3.    Sudut pandang pribadi yaitu hubungan yang dipilih pengarang di dalam membawakan cerita, sebagai orang pertama, orang kedua dan orang ketiga.
8.    Gaya Bahasa
Gaya adalah cara khas dalam mengungkapkan isi jiwa seseorang. Hal ini tercermin dalam cara pengarang menyusun dan memilih kata – kata, memilih tema, meninjau persoalan yang ditulisnya.
Tarigan (1984:165), mengemukakan bahwa dalam karya sastra masih ada gaya bahasa lain yang sering kita jumpai. Gaya bahasa tersebut adalah:
a.    Gaya bahasa ironi, yakni sejenis gaya bahasa yang mengemukakan suatu hal dengan makna yang berlainan, merupakan suatu kualitas dalam setiap pernyataan atau situasi yang muncul dari kenyataan bahwa sesuatu wajar, yang diharapkan tidak disebut atau dilaksanakan, tetapi diganti dengan kebalikannya.
b.    Paradoks yakni gaya bahasa pertentangan. Misalnya: Neraka itu adalah sorga baginya.
c.    Simbolisme yakni penggunaan lambang – lambang tertentu yang memiliki makna yang mengisyaratkan sesuatu untuk mencapai pesan yang ingin disampaikan.


Daftar Pustaka

Hendi, Zaidan. 1991. Pelajaran Sastra (Untuk SMA Kelas II). Jakarta: Rineka Cipta
Nurgiantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak (Pengantar pemahaman Dunia Anak). Yogyakarta. Gajah Mada University Press.
Sunarti, Iing. 2002. Cerita Rakyat Lampung “wakhahan” (Analisa Struktur, Fungsi, Dan Manfaatnya Bagi Pengajaran Sastra). Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas.
Tarigan, Hendry Guntur. 1984. Menulis Sebagai suatu keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Wahid, Sugira. 2004. Kapita Selekta Kritik Sastra. Makassar: Jurusan Bahasan dan Sastra Indonesia dan Daerah.




0 komentar:

estetik