makalah penelitian sastra angkatan 2005 universitas haluoleo
penulisan makalah ini dibawah bimbingan dosen pengasuh matakuliah Penelitian Sastra Ahid Hidayat

EKSISTENSI GURU DAN FASILITAS PENGAJARAN APRESIASI SASTRA DI KALANGAN SISWA DALAM PUISI “DARI SEORANG GURU KEPEDA MURID-MURIDNYA”, “CATATAN HARIAN SEORANG GURU”, DAN“PELAJARAN TATABAHASA DAN MENGARANG.”

Oleh: Mashun


Abstrak
    Pemahaman puisi nampaknya diperlukan pemahaman lebih serius daripada pemahaman genre karya sastra lain seperti novel atau cerpen. Selain puisi memiliki sifat yang khas, para penyair juga memiliki hak untuk memberi makna, membuat para penikmat puisi bekerja ekstra keras untuk memahami maksud penyair dalam paparan puisi yang diciptakannya. Untuk memahami puisi “Dari Seorang Guru kepada Murid-Muridnya, Catatan Harian Seorang Guru, dan Pelajaran Tatabahasa dan Mengarang.” Pendekatan dalam pengkajian puisi tersebut digunakan pendekatan Gestalt.
    Tulisan ini memuat gambaran eksistensi guru dan fasilitas pengajaran sastra dikalangan siswa, khususnya ambaran dalam puisi “Dario Seorang Guru Kepada Murid-Muridnya, Catatan Harian Seorang Guru, dan Pelajaran Tatabahasa dan Mengarang”

1.    Pendahuluan
Masalah apresiasi merupakan faktor dasar yang harus dimiliki oleh apresian. Untuk dapat mengapresiasikan suatu karya sastra diperlukan pengetahuan lemgkap tentang apresiasi itu sendiri. Walaupun secara insani manusia telah dibekali dasr-dasar alamiah, tetapi harus pula ditunjang dengan belajar. Apresiasi yang dimiliki seseorang itu sendiri tumbuh dan merupakan proses dan kontinyu, terus-menerus. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman dalam kehidupan. Di sisi lain kekuatan imajinasi dan rasa simpati seseorang terhadap hasil seni, termasuk di dalamnya sastra, sangat dominan. Oleh karena itu sejak dini kepada siswa hendaknya dikenalkan karya-karya sastra. Permasalahan ini banyak dikemukakan oleh guru melalui media massa. Ada yang mengatakan bahwa “Pengajaran Bahasa dan Apresiasi Sastra di sekolah-sekolah belum berperan sebagaimana mestinya dan masih memprihatinkan. Pengajaran sastra di sekolah-sekolah masih menghadapi berbagai masalah.hal ini karena banyaknya keluhan, baik tentang umlah dan mutu pengajaran, jumlah dan mutu buku-buku yang dipergunakan, maupun tentang hasil belajar, yaitu tingkat minat , kemampuan menikmati dan menghargai karya-karya sastra.”
Berkaitan dengan kurang berhasilnya pengajaran apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia, banyak juga para ahli  yang mengemukakan bahwa “pengajaran Apresiasi Sastra di sekolah, ada sekian kemungkinan (kesan) yang kita saksikan, dan perlu segera diambil jalan terobosannya. Dua diantaranya adlah eksistensi guru dan fasilitas yang belum memadai (Ashar, 1997:25).
Untuk mengkaji ketiga puisi dalam makalah ini digunakan pendekatan Gestalt. Pendekatan Gestalt dalam pembelajaran pemahaman makna puisi. Hakekat pemahaman makna puisi dengan pendekatan Gestalt adalah melakukan pertemuan antara apresiator atau orang yang akan memahami makna dengan puisi sehingga ,munculah nilai Gestalt yang diakibatkan oleh pertemuan itu, yaitu: si apresiator yang mempunyai pengalaman majemuk yang ingin memahami makna puisi, dan karya puisi sebagai refleksi kehidupan penyairnya yang mempunyai pengalaman majemuk pula. Dengan Gestalt, puisi dihubungkan dengan latar belakang kejiwaan pengarang, latar belakang penciptaan puisi, proses kreatif, konsep estetik, latar sosial budaya, dan landasan filsafat penyair. Pendekatan Gestalt dipakai untuk menandakan karya sastra (pyuisi) sebagai satu kesatuan yang utuh. Karya puisi akan dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipilah-pilah, karena yang datang kepada pembacanya adalah puisi yang utuh pula, dan Gestalt adalah keseluruhan kesan-kesan yang timbul. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan untuk menangkap kesan tersebut adalah dengan mempelajari puisi secara keseluruhan, pendekatan ini mencoba menghubungkan puisi dengan kejiwaan penyairtnya. Dengan kata lain, pendekatan gestalt berusaha mengaitkan keseluruhan puisi dan mencari hubungannya dengan psikologi penyairnya.

2.    Pembahasan
Dalam pengkajian puisi “Dari Seorang Guru Kepada Murid-muridnya, Karya Hartojo Andangdjaja”,”Catatan Harian Seorang Guru, Karya Tri Astoto Kodarie”, dan “Pelajaran Tatabahasa dan Mengarang, Karya Taufiq Ismail, ditemukan eksistensi dan fasilitas pengajaran apresiasi sastra. Pertama-tama eksistensi atau keberadaan guru dalam “Dari seorang guru kepada murid-muriidnya” digambarkan bahwa seorang guru hadir dengan kesederhanaanya atau kekuranganya. Apakah yang kupunnya anak-anakku/selain  buku dan sedikit ilmu/sumber pengabdianku kepadamu/kalau hari minggu engkau dataang ke rumahkuaku/aku takutanak-anakku/kursi-kursi tua yang di sana/dsan meja tulis sederhana/dan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya// ini berarti bahwa dari segi imbalan materi kepada seorang guru faktor ekonomis sangat menonjol. Faktor ekonomis yang sangat kuat dalam masyarakat modern turut menggeser konsep dan keberadaan guru. Dalam konteks ini, tidak aneh kalau dalam masyarakat modern sering terjadi pemopgokan guru untuk menuntut kenaikan gaji. Hal ini bisa berdampak buruk terhadap dunia pendidikan dan murid. Dalm “catatan harian seorang guru: anak-anak bersiul menyanyikan lagu/kepahlawanan tentang seorang guru/. Sering kita dengar bahwa guru adalah pahlawan tanpa jasa. /kemudian suaranya hanyut bersama kotoran/diselokan/ karena faktor ekonomis tadi maka sebutan guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa pun lenyap. Itu karena hanyalah simbol yang berlaku pada masa lalu. Dalam kehidupan modern desakkan ekonomi menuntut seorang guru untuk mencari sambilan di luar profesinya, sehingga kita tak perlu bertanya-tanya mengapa kadang-kadang guru menelantarkan siswanya. Dan itu juga dapat berdampak buruk pada pendidikan sekarang ini, khususnya pengajaran apresiasi sastra. Dalam “pelajaran tatabahasa dan mengarang: kalian anemi referensi dan melarat bahan perbandingan/ itu karena malas baca buku apalagi karya sastra// wahai pak guru, jangan kami disalahkan apalagi dicerca/ bila kami tak sanggup mengembangkan kosa kata/ selama ini kami ‘kan diajar menghafal dan menghafal saja/ mana ada dididik mengembangkan logika/ mana ada diajar berargumentasi dengan pendapat berbeda// Guru dituntut untuk dapat menyampaikan pengajaran apresiasi bahasa dan sastra, tetapi karena kekurangmampuan menyampaikan pengetahuanya kepada siswa sehingga siswa tak dapat mengembangkan kemampuannya dengan efektif, sebab ketatnya formalitas dalam dunia pendidikan yang mengakibatkan juga interksi yang terjadi kian kering dari nilai-nilai manusiawi. /dan mengenai masalah membaca buku dan karya sastra/ pak guru tahu lama sekali mata kami rabun novel, rabun cerpen, rabun drama, rabun / puisi// khususnya apresiasi sastra, siswa tidak pernah diperkenalkan dengan puisi, cerpen, atau drama. Itu juga adalah kelemahan guru yang tidak lebih dari fungsionaris pendidikan yang bertugas mengajar atas dasar kualifikasi keilmuan dan akademis tertentu, tanpa memperhatikan faktor-faktor lain seperti kearifan dan kebijaksanaan yang merupakan sikap dan tingkah laku moral. Siswa tidak dilengkapi dengan fasilitas yang  mendukung  karenaitu tiadak pernah ada perkembangan pada diri siswa.               
Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa eksistensi atau keberadaan guru dan fasilitas pengajaran apresiasi sastra sangat mempengaruhi kemampuan dan minat siswa dalam mengapresiasikan karya sastra. Eksistensi guru yang dimaksud disini adalah kemampuan guru mengajarkan karya sastra sebagai apresiator. Dari hasil pengkajian terhadap puisi”dari seorang guru kepada murid-muridnya karya Hartodjo Andangdjaja,” catatan harian seorang guru”,karya Tri Astoto Kodarie, dan “pelajaran tata bahasa dan mengarang”, karya Taufik Ismail menggambarkan bahwa eksistensi guru dan fasilitas pengajaran apresiasi sastra masih kurang.



DAFTAR PUSTAKA

Ashar, Evis Amalia. 1997, 3 Januari. Apresiasi Sastra Di Kalangan Siswa. Horison        Majalah Sastra, hlm 25
Bacaan Sastra Sangat Minim. 2008, 14 oktober. Kompas, hlm.7.
Djodjosuroto, Kinayati. 2006. Pengajaran Puisi Analisis dan Pemahaman. Bandung: Nuansa.
Kodarie,Tri Astoto. 2007. Hujan Meminang Badai. Yogyakarta : AKAR Indonesia.






0 komentar:

estetik